Minggu, 07 Januari 2018

KAROMAH WALIYULLAH AGUNG NIPA DAN AGUNG SAIMAN/KYAI JEREJA (Desa Tamidung Kec. Batang Batang)

KAROMAH WALIYULLAH AGUNG NIPA DAN AGUNG SAIMAN BUJU' JEREJA (Desa Tamidung Kec. Batang Batang)



Pada waktu  zaman tempo dulu di kampung Togu Desa Tamidung hiduplah seorang Ulama yang cukup alim dan waro' serta sebagai seorang guru kepada para santri dari berbagai daerah ,yakni bernama Agung Nipa Cicit dari Ulama Besar dan pemimpin Ummat Amirun fi Biladi Songenep/ Adipati Sumenep yaitu Bindara Saod. Agung Nipa Sendiri Suka Bersedi kala itu Sang Waliyullah Agung Nipa melaksanakan semedi/bertapa di Pengunungan Pasuruan selama 41 hari 41 malam ,sang istri Ju' Koros mengutus santrinya untuk mencari beliau yang sedang bertapa karena bekal dan pakaian beliau sudah di predeksi habis dan sudah terlalu lama beliau bertapa dan perasaan cemas pun ada pada istri beliau.Santri pun melaksakan perintah dari istri Agung Nipa ,perjalanan pun di lalui oleh  santri tersebut dan sampailah disebuah pegunungan tepatnya di Pasuruan santri pun mengucapakan salam '' Assalamualaikum'' lalu Waliyullah Agung Nipa terkejut karena terdengar ada santri beliau yang mengucapkan salam lalu beliau pun menjawab '' Waalaikum Salam''.Keduanya pun bertemu dan Sang Waliyullah bertapa di ujung ilalang atau Nipa di tengah Hutan belantara pengunungan Pasuruan.Santri menyampaikan perintah dari Ju' Koros bahwasanya b eliau menyuruh sang Guru pulang ke Tanah Kelahirannya yakni Desa Tamidung. Sewaktu Agung Nipa melaksanakan semedi sang Istri juga bermunajat kepada Sang Pencipta dengan melaksakan puasa dan amalan amalan Ubudiyah  atau wiridan dengan menggunakan hitungan memakai biji asam/MAGHI' dan di buang ke Tanah dan izin Allah tanah tersebut muncul mata Air/ Sumber Air hingga tepat di malam terakhir beliau bermunajat dan maghi' tersebut di buang sumber air semakin besar dan pada akhirnya menjadi Waduk Nipa,dan pada saat ini masih bisa di rasakan oleh masyarakat kampung Togu Desa Tamidung Batang sebagai sarana mandi,mencuci dan irigasi pengairan sawah dan ladang.

Perjalanan pulang pun dilalui oleh sang Waliyullah bersama santrinya hingga sampailah di tanah kelahiran beliau yakni Tamidung.Rasa gembira pun di rasakan oleh keluarga dan para santri,para famili beliau,saudara saudaranya pun di undang untuk menyambut kedatangan beliau. Ada pun Saudaranya beliau yakni Agung Saiman Buju' Jereja, Nyai Surriyah Buju' Pancor dan Kyai Hali. Pertemuan 4 (Empat) Saudara pun berlangsung di kediaman beliau ,suasana hangat dan rasa gembira serta saling bertukar pikiran .Jamuan Jamuan pun berlangsung Agung Nipa Menyuruh Istrinya menyiapkan hidangan yang banyak dan mewah, Sang Istri pun terkejut karena waktu itu dalam keadaan tidak punya makanan yang mewah, sang istri pun menyampaikan hal tersebut kepada beliau lalu beliau memberi tanah untuk di taburkan ke Sawah dekat kediaman beliau, dengan izin Allah SWT tanah yang ditaburkan tersebut menjadi Ikan yang sangat banyak serta sawah tersebut penuh dengan ikan ikan dan menjadi BELENAN atau tempat memelihara Ikan. Ikan pun di tangkap dan dimasak oleh istri beliau lalu dihidangkan kepada para Tamu. Proses acara hidangan pun berlangsung rasa bahagia pun di rasakan oleh beliau dan para tamu ,Anehnya tulang tulang ikan tersebut disuruh kumpulkan kepada para tamu,pertanyaannya para tamu ''Untuk Apa tulang tulang ikan itu di kumpulkan'' ? lalu beliau menaburkan kembali tulang ikan tersebut ke Belenan, dengan Izin Allah tulang tersebut berubah menjadi ikan lagi. Masyallah Allahu Akbar !!!!

Proses Jamuan pun masih berlangsung para tamu pun mulai haus karena santapan hidangan yang sudah cukup kenyang, lalu terjadilah aduh Karomah/kesaktian antara Agung Nipa dan Agung Saiman .Keduanya saling berdebat dan memutuskan untuk unjuk kesaktian, kebetulan kediaman beliau dikelilingi pohon Kelapa jadi sebagai solusi mengatasi tamu yang sudah haus maka dengan Air Kelapa. Giliran Agung Saiman yang unjuk Karomah ,beliau salah satu saudara Agung Nipa yang memelihara Jangkrik/JANGREK dan hewan tersebut bisa di perintah oleh beliau, lalu Agung Saiman memerintahkan sang Jangkrik untuk memetik buah kelapa. Jangkik pun melaksanakan perintah sang Waliyullah mulai memanjat pohon kelapa ,buah tua,muda pun mulai diturunkan sehingga tamu pun merasakan bingun mau mengambil yang mana buah yang tua? apa yang sedang?apa yang muda sehingga merasa kesulitan. Sekarang Saatnya Sang Waliyullah yang Agung Hadratasy Syekh Agung Nipa unjuk karomah dan kesaktian, beliau hanya duduk duduk saja dengan santai dan hanya menunjuk pohon kelapa baik yang sebelah timur, barat, selatan dan utara dengan kuasa Allah SWT Pohon Kelapa pun merunduk kepada para tamu dari segala punjuru sehingga para tamu pun bebas mau mengambil yang mana buah tersebut dan tak perlu pindah dari tempat atau dengan kata lain tak perlu beranjak kemana mana untuk mengambil buah kelapa tersebut dan dengan sesuka hati para tamu.

Sungguh Karomah yang luar biasa !!!!!!!!!! Wallahu a'lam bis shawab

(ABD. WARITS Keturunan dari Agung Saiman/Kyai Jereja )


Rabu, 08 November 2017

MAQBURAH ARYO PACINAN DAN PARA WALIYULLAH DESA TAMIDUNG

 Maqburah K.Bahauddin Aryo Pacinan tempat Komplek Kuba Bindara Saod Asta Tinggi Sumenep.
 Maqburah Agung Saiman Buju' Jereja Tempat Kampung Togu Desa Tamidung Batang Batang Sebelah Selatan MD.Tarbiyatus Shibyan.
 Maqburah Nyai Surriyah Buju' Pancor Tempat Kampung Togu Desa Tamidung Batang Batang Sebelah Timur Pemandian Waduk Pancor.
 Maqburah Agung Nipa Tempat Pemakaman Umum dan Para Raden Asta Daja kampung Togu Tamidung Batang Batang Sebelah Barat Balai Desa Tamidung.
Maqburah K. Hali  Buju' Gunung Hali Tempat Puncak Gunung Hali Perbatasan Desa Kolpo dan Desa Tamidung.

Senin, 06 November 2017

SEJARAH DESA TAMIDUNG DAN WALIYULLAH AGUNG NIPA

SEJARAH DESA TAMIDUNG DAN AGUNG NIPA SANG WALIYULLAH

Tamidung adalah salah s
atu Desa yang ada diujung barat batas Kecamatan Batang Batang dengan penduduk kurang lebih 5.000 jiwa dengan mayoris beragama islam.  Penamaan Desa Tamidung tak lepas dari Sejarah perjalanan Kerajaan Sumenep,pada masa pemerintahan Jokotole Panembahan Kuda Panole (1415-1460 M) . Pada masa itu Sang Raja melakukan perjalanan dari Poday menuju keraton di Sumenep tatkala itu sang raja dalam kodisi sakit yang cukup parah sehingga beliau harus di tandu oleh para prajurit kerajaan .Waktu semakin berputar dan perjalanan semakin jauh melalui perjalan Laut dan darat sampailah di desa Taman Sare, Sang raja Jokotole semakin parah keadaannya sehingga tepat diSebuah desa sang raja menghembuskan nafas yang terakhir menghadap kepada Sang Pencinta desa tersebut kita kenal dengan nama Batang Batang yang di ambil dari bahasa Bebethang/Bhetang atau dalam bahasa Indonesia nya Jenazah/Mayat/bangkai.
Rombongan pun bergerak menuju ke barat perjalanan panjang telah dilalui letih,lemas dan lelah telah dirasakan oleh semua rombongan raja dan para prajurit yang pada saat itu sang raja telah tiada/wafat Jenazah beliau tetap di tandu untuk di bawa ke Kraton Sumenep,karena sudah lelah/LEMPO sehingga istilah tersebut di kenang hingga menjadi nama sebuah desa yakni Kolpo. Semua para rombongan pun lelah dan berencana untuk beristirahat atau tidur sebentar dalam bahasa Madura DUNG TEDUNGAN rombongan pun sampai tertidur atau TATEDUNG sehingga kejadian tersebut di kenang menjadi penamaan sebuah desa yakni DESA TAMIDUNG. Sebelum sang raja Jokotole menghembuskan nafas yang terakhir beliau sempat berwasiat kepada para menteri dan punggawa kerajaan serta para prajurit .Wasiat beliau “NAKELA SENGKO’ MATE BAN MAYIT SENGKO’ EKIBA KA KARATON KALABAN ETANDU,NALEKA DIMMA TANG PEKOLAN TANDU REA POTONG MAKA EJADIYA SENGKO’ KUBUREKI “ maka tepat di sebuah Desa Lanjuk kalau sekarang  ternyata pikulan tersebut patah sehingga di situlah beliau di makamkan,tepat di Kampung Sa’asa Desa Lanjuk Kecamatan Manding.
Konon pada dahulu laka tepat pada masa perintahan PANEMBAHAN SOMALA menjadi Adipati/Raja Sumenep di Desa Tamidung hiduplah seorang Waliyullah yang bernama AGUNG NIPA. Menurut beberapa keterangan dan para Tokoh Seppuh desa Tamidung Agung Nipa adalah keturunan Bindara Saod dengan Nyai Izzah dari putra pertamanya K. Bahauddin Aryo Pacinan. Semasa hidupnya Agung Nipa terkenal sebagai Ulama yang Kharismatik ,berwibawa tinggi,ilmunya luas dan ahli tapa/menyepi,sampai beliau bertapa ke pengunungan Kabupaten Pasuruan.Penamaan Agung Nipa SENDIRI konon dahulu kala  diambil dari kejadian atau kegiatan bertapa beliau diatas ujung daun nipa/ilalang  atau orang Madura bilang DAUN NIPA/LALANG Beliau mengajarkan ilmu agama disebuah Musallah kecil/Langgar yang sampai saat ini di kenal dengan LANGGAR NIPA.
Agung Nipa terkenal sakti mandraguna segala ucapannya terkabulkan, konon dahulu beliau datang dari perjalanan jauh dan sampai ke rumahnya perut terasa lapar dan ingin makan Ikan .Beliau berkata kepada Istrinya “sengkok ngakana juko’ Bantheng” sang istri terkejut sebab di dapur tidak ada Ikan Bantheng/Kakap, maka sang istri pun bilang bahwa di dapur tidak ada ikan tersebut. Lalu Agung Nipa Menaburkan Tanah ke sawah yang berisi air tepat di sebelah Selatan Langgar ,dengan Kuasa Allah sawah yang berisi air tersebut langsung berkeliaran Ikan Ikan yang sangat banyak dan Besar sehingga istri beliau memasaknya untuk  hidangan makan beliau. Kala beliau makan tulang tulang ikan tersebut tidak diIzinkan untuk di buang  dan disuruh kumpulkan ,lalu tulang tersebut di buang lagi ke Sawah/BELENAN maka dengan kehendak Ilahi tulang itu menjadi ikan lagi.
Beliau beristrikan  RA. JU’ KOROS salah satu keturunan K. BEING SEING  tokoh Thionghoa Muslim atau dikenal kampung Raden yang menurut beberapa Ahli K. Being Seing adalah salah satu diantara rombongan bangsa mata sipit/China yg ikut serta dalam proses pembangunan kraton dan Masjid Jami' Sumenep yg di gagas langsung oleh seorang Arstisek berkebangsaan China yakni Law Piango.
Agung Nipa sendiri membuat sebuah waduk atau Kolam pemandian untuk sarana berwudhu’ dan untuk air minum serta pengairan sawah untuk menanam padi yang kita kenal sampai saat ini pemandian Waduk Nipa. Kala pembuatannya pohon dan tanah serta batuh tunduk kepada beliau pohon Kepala untuk mengganjal tanah dan batu di samping Waduk itu hanya EPANGKU’ dengan tangan beliau sehingga pembuatan terasa enteng dan muda Karena keWaliannya dan Karomahnya .Sampai saat ini pemandian tersebut bisa di rasakan dan di mamfaatkan oleh masyarakat sekitar kampung Togu untuk mandi, mencuci, berwudhu, minum dan sarana Irigasi pengairan sawah guna menanam padi dan jagung.
Agung Nipa banyak memiki santri mulai dari Daerah Batu Putih,Kolpo dan Tamidung sendiri sampai dari saking walinya  dan karomahnya santri beliau ada yang mengaji suaranya bisa terdengar ke Batu Putih, sungguh luar biasa . Di antara Santrinya yang terkenal: K. Yaman, K. Jatim, K. Adam , K. Dul Zaman, K. Suma,  K. Kahar dan lain lain. K. Dul Zaman sendiri adalah keponakan beliau dari salah satu Putra Agung Saiman Buju’ Jereja. Agung Nipa memiliki 3 Saudara yakni Agung Saiman Buju’ Jereja, Surriyah Buju’ Pancor dan Kyai Hali Buju’ Gunung Hali. Agung Nipa wafat pada bulan Muharram tahun 1211  Hijriyah di Makamkan di Pemakaman Asta Daja sebelah Utara pemakaman para Raden dan  tepatnya sebelah Barat Balai Desa Tamidung yakni di Kampung Togu desa Tamidung.


Minggu, 05 November 2017

PASAREAN AGUNG SAIMAN /KYAI JEREJA

Waliyullah ini merupakan sauadara kandung dari Agung Nipa dan mempunyai keturunan diantaranya:

1. K. Dul Zaman

2. K. Dulaman
3. K. Duleman
4. K. Nabir
5. K. Kawar
6. K. Sanusi
7. K. Jala Sa'asa

Pasarean beliau terletak di kampung Togu desa Tamidung kec. Batang Batang kab. Sumenep sebelah barat kampung Raden/ Thionghoa Muslim keturunan K. Being Seing. 

LEGENDA SANG WALIYULLAH BINDARA MOHAMMAD SAOD

LEGENDA SANG WALIYULLAH
BINDARA MOHAMMAD SAOD

Bindara Saod adalah putra dari Kyai Abdullah (R. Bindara Bungso) Batu Ampar Guluk Guluk Sumenep, dari hasil perkawinannya dengan Nyai Nurima yang masih keturunan Pangeran  Natapraja  (Pangeran Bukabu), sedangkan K. Abdullah adalah putra dari k. Abdul Qidam (R. Pandiyan)  Larangan Pamekasan. Kemudian Bindara Saod memperistri Raden Ayu Dewi Rasmana Tirtonegoro (1750-1762 M) yang merupakan Raja/Ratu ke- 30 masa pemerintahan di Kabupaten  Sumenepdan tidak dikarunia keturunan. Namun sebelum menikah dengan Raden Ayu Rasmana, istri pertama dicerai terlebih dahulu dengan baik yakni Nyai Izzah Lembung Lenteng Sumenep dan memiliki dua putra yakni R. Bahauddin Aryo Pacinan dan R. Asiruddin Panembahan Somala .

Kala itu K. Abdullah (R. Bindara Bungso) adalah termasuk golongan waliyullah yang banyak berperan dan berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di daerah Batu Ampar timur. Dengan cara membuka pesatren K. Abdullah membina dan mengajarkan masyarakat untuk menyembah Allah. K. Abdullah pernah berguru kepada pamannya yaitu Kyai Raba (K. Abdur Rahman) di daerah Pandemawu Pamekasan yang termasuk golongan waliullah. Setelah diketahui kemampuan yang dimeliki oleh K. Abdullah diperintahkan untuk membuka pesatren sendiri di Batu Ampar timur. Karena dengan membuka pesatren kelak akan mempuyai putra yang akan menjadi pimpinan negara di Sumenep sampai tujuh turunan. Itulah yang dikatakan kyai Raba pada K. Abdullah.

Ketika sudah cukup lama membuka pesantren di daerah Batu Ampar timur,kemudian K. Abdullah memperistri Nyai Nurima, yaitu putri dari Kyai Hatib Bangil Parongpong. Pernikahan K. Abdullah dan Nyai Nurima dikarunia putra tiga orang yaitu: Nyai Talaga, Nyai Kadungdung, dan Bindara Saod.

Bahwasanya tanda-tanda keistemewan Bindara Saod sudah ada sejak dalam kandungan ibunya, yang mungkin suatu petanda bahwa kelak akan menjadi pimpinan negara. selesai K. Abdullah mengajarkan ilmu agama Islam ke daerah-daerah disekitar Batu Ampar. Malam semakin larut, dan memberi pelajaran agama Islam dirasa cukup, dan kini saatnya K. Abdullah pulang kerumahnya. Sesampainya di rumah suasana nampak hening dikarenakan udah lewat jam 12 malam. Sesungguhnya Nyai Nurima istri K. Abdullah di dalam rumah sedan mengerjakan sholat tahajud. Namun Kyai Abdullah tidak mengetahui apa yang diperbuat istrinya didalam rumah.langsung saja K. Abdullah mengetuk pintu dan memangil salam beberapa kali. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari istrinya. Ketika cukup lama menunggu ditengah dinginnya malam dan heningnya suasana, tiba-tiba terdengar suara anak kecil menjawab salamnya seperti ini ”Waalaikum Salam Wr, Wb. tunggu Aba, Umi masihsholat” terkejut tercampur heran terlintas di dalam benak K. Abdullah. Karena setahu dirinya tidak ada di dalam rumahnya anak kecil walaupun istri hamil tapi masih belum genap saat kelahirannya.Setelah selesai melaksanakan sholat tahajud, istri langsung membukakan pintu untuk K. Abdullah dikala pada saat itu menunggu lama didepan pintu.Lalu kemudian K Abdullah menayakan tentang suara anak kecil itu yang menjawab salamnya tadi. Nyai Nurima lalu menceritakan tentang kejadian yang baru saja terjadi yang diluar kemampuan akal manusia, bahwa barusan yang menjawab salam itu adalah anak kita yang ada didalam kandungan.

Waktu berjalan terus dan kini sampailah pada saat kelahiran kandungan Nyai Nurima yang telah lama ditunggu kehadirannya.Dan akhirnya Nyai Nurima melahirkan anak laki-laki yang sangat tanpan wajahnya bercahaya. K. Abdullah memberikan nama kepada cabang bayi dengan sebutan Mohammad Saod, pengambilan nama tersebut diambil pada kondisi kejadian saat terjadi ada suara bayi dalam kandungan. Kata Saod itu sendiri berasal dari bahasa arab yang asal katanya adalah saudan dan mempuyai arti suara dan dalam bahasa Madura Saod artinya Nyaot/Menjawab.

Ketika Mohammad Saud berumur 6 tahun, oleh ayahnya dimondokan dipesantren pamannya K. Faqih yaitu masih saudara dari ibunya Nyai Nurima untuk dididik ilmu agam Islam, yang terletak di Desa Lembung Kec. Lenteng. Diantaranya banyak santri yang ada Mohammad Saod kecilmampu mendahului santri yang lebih tua dalam menguasai semua ilmu pelajaran agama.Perlu untuk diketahui, pada masanya K. Faqih memang juga dikenal dengan oleh banyak sebagai seorang waliullah yang menguasai pesantren di desa Lembung barat kecamatan Lenteng Sumenep.Disamping itu Kyai Faqih juga dikenal seorang budayawan yang banyak memberikan pelajaran gamelan Yogjakarta.
Pada saat itu Mohammad Saod bersama santri –santri lainnya tidur untuk beristirahat.Kala itu malam diselimuti gelap, hanya sedikit bulan memberikan sinarnya pada bumi.Namun ditengah malam muncullah sinarlah yang sangat terang mengalahkan sinar rembulan.Sinar tersebut datang dari balai-balai tempat para santri dan sempat dilihat oleh K. Faqih yang kala pada malam itu belum beristrirahat.Mengetahui kejadian tersebut K. Faqih tidak terkejut.Kyai Faqih yang menyandang pangkat waliyullah hanya bertanya dalam hatinya, mungkinkah itu Mohammad Saod yang bercahaya. Tafsiran Kyai Faqih tersebut hanya didasarkan pada beberapa keistemewaan pada diri Mohammad Saod yang berbeda dengan santri-santri lainnya,untuk membuktikan dan memastikan kejadian yang dilihatnya benar, langsung sajapada malam itu juga kyai faqih memberi tanda buntelan pada seorang santri yang bercahaya.Sementara malam perlahan akan meninggalkan tugasnya, dan fajar sudah datang dengan menandakan ayam berkokok yang menyatakan sholat subuh tiba. Danpara santri bangun dari tidurnya, kemudian bergegas untuk mengambil wudhu untuk mengikuti sholat subuh berjamaah.Setelah sholat subuh dikerjakan K. Faqih memangil semua santri untuk menghadapnya, kemudian memerintahkan agar santriyang sarungnya ada tanda buntelan agar maju ke depan.Ternyata setelah terjadi saling cari buntelan pada sarung masing-masingsantri, akhirnya yang maju kedepan adalah Mohammad Saud. Akhirnya semuadugaan dan perkiraan K. Faqih terhadap keponakanya Mohammad Saud tidak meleset.Karena sebenarnya pada diri Mohammad Saod mempuyai banyak sekali keistemewaan yang tak cukup banyak diceritakan.Hal tersebut karena begitu luasnya ilmu pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT pada diri Mohammad Saud. Oleh karenanya dalam kesempata tersebut K. Faqih mengatakan pada keponakannya bahwa kelak apabila menjadi dewasa engkau akan menjadi pemimpin di Sumenep sampai tujuh turunan.

Melalui proses pematangan diri yang dilaluinya selama mondok di pesantren dengan berbagai kajian ilmu dan akhlak. Akhirnya Mohammad Saod sering diminta untuk mewakili K. Faqih gurunya dalam mendakwakan agama Islam.Dan dirasa kematangan Mohammad Saod semakin dewasa, akhirnya oleh gurunya Mohammad Saod dinikahkan dengan Nyai Izzah yang masih keturunan Syd.Ahmad Baidlawi (Pangeran Katandur) Bangkal Kota Sumenep.sedangkan Pangeran Katandur cucu dari Sunan dari Kudus (Syd.Jakfar Shadiq). Dari hasil pernikahanya dengan Nyai Izzah Bindara Saod dikarunia dua orang putra, yaitu R.Baharuddin Aryo Pacenan dan Raden Asiruddin Panembahan Somala.

Waktu terus berjalan tapi tidak lama kemudian akhirnya nasib mengatakan lain bahwa Mohammad Saod menikah dengan R. Ayu Rasmana Tirtonegoro yang pada waktu itu menjabat ratu di kerajaan Sumenep. R Ayu Rasmana adalah janda dari R. Tirtonegoro yang berpangkat menteri untuk menjalankan roda pemerintahan di Sumenep dan tugasnya tidak terlalu susah, R Ayu Rasmana di sarankan untuk mencari pendamping untuk dirinya, sehingga R Ayu Rasmana melakukan semedi beberapa lamanya dan akhirnya dia mendapatkan ilham bahwa pendampingnya adalah tukang rumput dari masyarakat biasa sehingga R. Ayu Rasmana memerintahkan prajuritnya untuk mencari pemuda itu akhirnya kebetulan yang menghadap R. Ayu Rasmana adalah Mohammad Saod dia menyatakan kalau sudah punya istri tapi apa boleh buat untuk kemakmuran masyarakat Sumenep akhirnya menjalankan tugas tersebut. Setelah sampai kerumahnya dia sampaikan kepada istrinya Nyai Izzah bahwasanya diminta untuk menyadari kepentingan masyarakat Sumenep menjadi suami R. AyuRasmana, dengan demikian Nyai Izzah dan akhirnya Mohammad Saod bercerai dengan Nyai Izzah dengan cara baik. Dan menikah dengan R. Ayu Rasmana. R. Ayu Rasmana memberikan seluruh tanggung jawab pemerintahan Sumenep kepada suaminya dengan gelar  Tumenggung Tirtonegoro  Bindara Mohammad Saod berpangkat Tumenggung dan memerintah Sumenep antara tahun 1750-1762 M.

Sebagai orang sebelumnya datang dari kalangan ulama, setelah menjabat Adipati Sumenep, Bindara Mohammad Saod tetap menjalankan roda pemerintahannya Sumenep pada ajaran yang tidak menyimpang dari tuntunan AllahSWT dan Nabi Muhammad SAW. Sehingga walaupun menjadi adipati Bindara Mohammad Saod tetap sebagai pribadi yang suka menyebarkan agama Islam, dan dapat julukan Waliyullah.

Bindara Mohammad Saod memerintah Sumenep sekitar sepuluh tahun.Terakhir kondisi fisiknya mulai menurun dan sering sakit-sakitan. Kemudian iamemanggil putranya yang dicalonkan sebagai penganti sesuai dengan wasiat dari ratu R. Ayu Dewi Rasmana, yaitu R. Asiruddin atau lebih dikenal dengan sebutan Penembahan Somala. Bindara Mohammad Saod wafat pada tanggal 17Jumadilawal 1171 H, dan dimakamkan di asta tinggi bersebelahan Ratu Ayu Dewi Rasmana yang merupakan istri beliau.

Songenep tempo doeloe